Sebuah batas kebebasan. Ketika kubuka kulihat seberkas sinar, hangat memeluk tubuh layu subuh. Mungkin sedari tadi matahari menunggu, mencoba mengetuk hanya dengan cahaya. Matahari memang tak punya telapak tangan untuk mengepal dan mendobrak, pun tidak untuk menuliskan sajak. Aku masih lelap. Tuli oleh teriakan gelap. Sampai kau datang, muncul begitu saja dari dinding. Menyentuh dan mengecup lembut kedua mataku.
“matahari menunggu dibalik pintu," kaubisikkan di keningku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar