Jumat, 26 November 2010

kuncup bunga plastik

Sudah setua apakah malam saat kau datang, sudahkah wajahnya dipenuhi kerutkerut tanda uzur tanpa akur kemana angin bertiup. Bunga di vas itu serasa selamanya akan kuncup mengejek waktu yang lewat dan berani tanyakan kenapa dia tak jua merekah. Bukankah kita harus paham tentang perbedaan antara hidup yang berjalan dan kematian yang menunggu dengan diam. Sebelum aku terlupa pada segala dongeng masa kecil, tentang kerajaan, putri cantik dan pangeran tampan, sudah selayaknya kau bisikkan lagi cerita itu dalam mimpi, agar kantuk dimataku tak lagi enggan kupeluk. Detikdetik berpacu dinadiku seirama nadanada riang gerimis musim semi di darahmu. Sudah sepantasnya kita bertemu tanpa ada tanya tentang waktu, karena begitulah menitmenit merajut selendang bagi anakanak kita kelak. Lalu jadi tak penting lagi batasbatas jam berjaga sebagai penghalang langkah niat mengikat ruang. Biar malam jadi terlalu rapuh di dadamu, atau siang berpengalaman merintang dilenganku. Bunga di vas masih kuncup menunggu sentuhan ajaib anakanak kita untuk mekar menyambut musim semi di jalanjalan yang akan kita lalui tanpa peduli hari, bulan, dan tahun masehi. Pun, tanpa peduli bumi dan matahari menyengat menggugah sekarat di loronglorong sesat dimana segenap istana megah menanti kau jadi pangeran dan aku permaisuri, pada dongeng abadi yang akan selalu dibaca berulang kali untuk anakanak masa depan, demi meraih mimpi tak pasti, mekarnya kuncup bunga plastik saat embun mengecup dini hari…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar