Sabtu, 20 November 2010

menerangi langit

Malam hening,langit hitam berhias gumpalan awan-awan kelabu. Tak nampak satu bintangpun di atas sana,ntah kemana perginya kilauan debu-debu surga itu,biasanya pasti ada yang tertinggal satu dua di angkasa. Dan bulan,tentu saja dia juga absen, aku sudah paham kebiasaan satelit bumi itu,hanya sekali-kali saja berbaik hati,mau kerahkan tenaga untuk pantulkan cahaya matahari bagi bumi.
Angin berhembus sejuk menggerakkan daun dan ranting, aku menikmati malam di beranda rumah,saat dia datang lagi, bocah berwajah malaikat sahabatku. Senang sekali,karena di matanya aku bisa selalu bisa nikmati cahaya bintang. Kami duduk berhimpitan,saling memberi rasa hangat dan nyaman.
“malam ini tak ada bulan ?”,dia berkata sambil memandang penuh harap ke angkasa.
ya,bukan waktunya bulan muncul malam ini,tak ada bintang juga ya..
“tapi kenapa?”
mungkin karena langit mendung,bintang-bintang jadi tertutup awan.
“kasian sekali langit,sekarang pasti sedang sedih karena gelap.”
Kenapa kau berpikir begitu ?
“karena aku sedih kalau gelap.”wajah malaikatnya sedikit murung,sepertinya dia benar-benar bisa rasakan kesedihan langit,ahh..
Kau cuma tak suka gelap,tapi tak takut,kan ? aku bertanya mencoba mengalihkan perhatiannya dari suram langit malam ini.
Dia tersipu,dan tersenyum,”aku juga takut gelap.”
Tapi ibumu tentu tak kan pernah tinggalkan kau dalam gelap,ku lihat rumahmu selalu terang,dari jendelanya terpancar cahaya lampu-lampu yang terang,juga indah.
Mata bintang itu jadi berbinar lagi saat dia tersenyum,mungkin membayangkan rumahnya yang hangat dan selalu terang-benderang.
Dan tiba-tiba dia meloncat dan berteriak,suaranya riang dan jernih,”hey,langitnya di pasangi lampu saja biar terang..!?”
Seperti rumahmu?
“yah seperti rumahku,jadi langit tak gelap lagi,seperti siang,cakep kan,bisa lihat awan dan burung-burung terbang.”,senyum bocah ini begitu berseri dan penuh harap.
Duh,pasti senang ya,sayangnya langit tak kan bisa dipasangi lampu,mau ditaruh di mana, hayo? Lagipula tak ada yang sanggup melakukan itu,memasang lampu di langit. Sungguh tak ingin aku melihatnya kecewa, aku hanya berpikir tohk,akan tiba waktunya saat wajah malaikat ini harus mengerti perbedaan antara khayalan dan kenyataan.
Lagi-lagi aku dibuat takjub,seperti yang sudah-sudah,bocah ini tak mudah menyerah begitu saja. Dan kali ini aku tak bisa memberinya es krim, aku takut dia akan pilek atau masuk angin, kalau melahap es krim di malam dingin dan berangin ini.
“tapi,kenapa tak bisa? Pak tukang di rumah selalu bisa memasang lampu di mana saja..”
dimana saja,tapi di bumi,kan. Langit begitu tinggi siapapun tak kan bisa memanjat ke sana.
“yah,lampunya kan bisa ditaruh di tiang”,
mungkin tak ada tiang yang cukup panjang dan tinggi hingga sampai ke langit.
“tiangnya bisa disambung-sambung.hmm,kalau disambung terus pasti bisa sampai ke langit. Lampunya di pasang di ujung tiang,kalau malam gelap bisa dihidupin lampunya dari sini.”
Kau pikir bisa begitu?
“pasti bisa! Seperti lamgit nyalakan bintang buat kita disini. Kalau bintangnya rusak,gantian kita yang hidupin lampunya,langit pasti senang,di kasi lampu,bisa terang kaya di alun-alun.”.bocah berwajah malaikat itu tersenyum menerawang sambil mengoceh,uraikan apa yang ada dalam benaknya,sungguh luar biasa !
Aku terpaku,takjub,cuma bisa tersenyum pandangi wajah bercahaya penuh harap yang duduk bersandar di lenganku.
Tak ingin lagi aku berkata-kata,tak ingin katakan segala yang ada di kepala. Kenapa pula mesti membuat sinar di matanya yang begitu indah meredup.
Biar saja dia terus hidup dengan mimpi-mimpi indahnya,biar saja cintanya pada cahaya tumbuh terus,tinggi hingga menyentuh langit,mungkin harapan dan cintanya itulah yang kelak bisa benar-benar menerangi langit,seperti kini,telah menerangi hatiku,
ahh ingin menerangi langit..betapa mulia hati kecilnya.
Mungkin dia memang benar-benar jelmaan malaikat yang di utus surga untuk menemaniku lewati hening malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar