Jumat, 26 November 2010
...
Aku menemukan senyummu di sebuah elevator. Merangkak mendaki kawatkawat baja, dinding serupa kaca memantulkan wajahwajah jadi sejuta, menarinari di dengung telingaku. Kulihat angka berganti, aku teringat pada mistar yang kupatahkan saat aku mendendam pada belaianmu. Tapi disini, tak ada langit atau awan yang membuat hati merintih, tak ada aroma hujan, tak ada laron atau cicak untuk diajak bicara. Hanya tungkai beraneka rupa menjepit angan di selangkangan. Rindu tak tau malu merayap ke puncak kepala. Pada angka yang seumur denganku pintu membuka, hamburkan penat, lantas sesat pada lorong bercabang. Aku lari sembunyi, takut terbawa hingga kepuncak, dulu kusangka ada neraka di atas sana, ternyata…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar