“gimana kalau kita sepakat melawan pekat? apakah kau juga tak paham rasa penat? Sepertinya kau selalu memanjat, merayap di dinding kamar mana saja. Adakah kau sempat mencatat kisahkisah yang terpahat?”
Cicak masih terdiam, namun kulihat gerak ekornya pelahan mulai bersirat jawab.
“Yah, jika kakikakimu bisa lengket begitu rapat, tentu kau sempat mencuri lihat ceritacerita rahasia yang meresap pada dinding diamdiam. Ayolah, jujur saja cicak, ku yakin kau mengerti apa yang ku mau, bagikan padaku sedikit rahasiarahasia perjalananmu. Tentang dinding kamar mana saja yang pernah kau panjat, apa saja yang pernah kaubaca disana?”.
Tibatiba cicak tersenyum nakal, berkata, “jangan sungkan dan berbelit begitu, katakan saja langsung bahwa kau ingin tau, kali saja suatu ketika aku pernah mampir marayap di dinding kamar dia yang kau sayang.”
“Duh, cicak kau buat ku tersipu, kau tau saja. Tebakanmu tepat. Aku akan jujur padamu, aku memang sangat ingin tau, pernahkah kau mampir di kamarnya?”
Cicak beredecak, sepertinya sedang terbahak, tertawakan aku yang jadi salah tingkah.
“Ayolah, hmm aku sudah jujur padamu, kenapa kau malah mengejekku”
Cicak sialan, keliatannya begitu riang, ”iya. Akan kukatakan, tapi ijinkan aku sejenak bersantai di lenganmu, sepertinya lembut dan hangat, dinding kamar ini rasanya terlalu keras dan dingin malam ini, boleh khan?”
Aku bimbang sesaat, lalu kupikir kenapa tidak, demi rasa ingin tauku tentangmu, aku setuju dan mengangguk lalu kusodorkan lenganku. Cicak segera meloncat kesana, telapak kakinya terasa begitu dingin, membuat aku jadi geli, tapi demi kamu..
“Nah, sekarang cepat ceritakan padaku, apa kau pernah singgah disana, apa yang kau tau tentang dindingdinding kamarnya?”
“Sabar sebentar, aku sedang nikmati lembutnya pijak kakiku diatas hangat lenganmu. Hmm, sekarang aku jadi tau kenapa dia sering berbisik pada dindingdinding hening kamarnya, tentang rindunya pada pelukmu. Ku duga semula dia mengadaada waktu katakan betapa hangat dan lembut lenganmu, makanya aku ingin buktikan sendiri,hihih”
“Benarkah?!ahh, terus apalagi?” aku sudah tak peduli walaupun cicak nampak asyik nyengir, hanya satu yang kuingin dengan sangat, cerita tentangmu, meskipun dari seekor cicak yang jail.
“Hmm, apa kau tau; dia menulis namamu dan namanya disitu, di dinding kamarnya, nama kalian berada dalam gambar berbentuk serupa daun waru tak bertangkai”
“Ohh,cicak itu bukan daun waru, itu pasti gambar jantung hati, lambang cinta kasih”
Cicak gerakkan bahu;”mana ku tau, setauku gambar itu mirip daun waru. Dan masih ada lagi yang ku tau..”
“Cepat katakan..”
“Dia sama sepertimu, sering diamdiam melewatkan malam panjang tanpa terpejam, menerawang menatap atap, kadang mendesah, kadang tersenyum sendiri, kadang hanya diam, tanpa suara, cuma hela nafasnya yang terdengar”
“Duh, apakah yang ada dalam pikirnya, apa yang dirasakannya saat itu?”
Cicak lagilagi bergerak seakan mengangkat bahu,”mana ku tau, dindingdinding juga kadang pelit, tak sudi berbagi rahasia bahasa sunyi, hanya dindingdinding hening itu yang mampu membaca dan paham bahasa rasa, sedang aku hanya tau sepi, tak bisa terjemahkan arti”
“Hmm, begitu ya..”
“Apa sekarang kau sudah puas?”
“Aku tak tau, mungkin cukup bagiku untuk merasa lega, setidaknya dia sempat tuliskan namaku di dinding kamarnya”
“Bagaimana kau bisa peduli padanya, padahal kau sendiri tak tuliskan namanya didinding kamarmu, mana, tak ada coretan apapun di dindingmu?”
“Cicak yang baik, aku memang tak tuliskan namanya didinding kamarku. Karena aku tak mau ada cicak macam dirimu yang baca tulisanku, lalu ceritakan padanya tentang coretanku. Tak boleh begitu..”
“Walaupun aku cuma seekor cicak, tapi tetap akan kukatakan bahwa kau tak bijak, kau senang saat tau dia tuliskan namanu didindingnya, sedang kau sendiri tak mau dia jadi senang karena kau tuliskan namanya di dindingmu. Bukankah itu namanya tidak adil. Apa manusia kebanyakan sepertimu, mau senang sendiri, tak sudi senangkan yang lain”
“Duh cicak, kau takkan mengerti, sulit jelaskan ini. Tapi jika suatu ketika kau sempat berbincang dengannya macam ini, kau boleh katakan padanya, bahwa aku tak bisa tuliskan namanya di dinding kamarku yang suram dan kelabu, aku merasa dia pantas mendapatkan yang lebih terhormat dari sekedar sebuah nama yang tertulis di dinding. Tapi, sstt, sudah ku tuliskan namanya di dinding hatiku..”
Cicak sepertinya terperanjat,”apakah hati itu, macam apakah dindingnya?”
“Kan sudah ku bilang tadi, sulit jelaskan ini. Hati itu letaknya didalam sini, hatilah yang berkatakata dalam bahasa sunyi. Dindingnya begitu halus dan luas, sedikit saja sentuhan yang tak tepat akan membuat goresan yang buruk dan dalam didinding hati. Tentu saja kau takkan pernah bisa merambat didinding hati dengan kaki. Mungkin kau bisa menyentuh dinding hati dengan hatimu..”
“Aku tak tau, apa aku juga punya hati?” cicak jadi bingung.
“Tentu kau tak tau. Tapi kau pasti punya hati. Tiap mahluk punya hati. Kalau kau pernah rasakan senang atau sedih itu tandanya kau punya hati”
“Hmm, aku senang berada di lenganmu..”
“Ahh, kau bisa genit juga rupanya,hihih..”
“Hihi..Tapi sekarang aku aku mau pergi, berburu nyamuk. Semoga sekarang kau bisa pejamkan mata”
“Apa kau sudah bosan bersantai di lenganku?”
“Takkan pernah bosan aku, disini hangat, tapi aku lapar”, huh, dasar cicak..
“Hahah..baiklah, selamat jalan cicak. Senang bisa bicara denganmu malam ini”
“Aku juga senang. Sampai jumpa..”. Dan cicak meloncat beranjak kembali ke dinding, bergerak cepat, sesaat saja sudah tak terlihat dalam gelapnya malam.
Dalam hati, aku sungguh berharap, semoga suatu hari kau juga sempat berjumpa dan bercakap dengan cicak tadi. Dan yang amat sangat ku harap pula, cicak jangan sampai terlupa sampaikan pesanku, bahwa telah kupahat namamu di dinding hatiku..
Ahh, semoga bisa membuatmu tersenyum senang..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar