Jumat, 26 November 2010

daundaun gugur

Daundaun gugur, kau pasti tau bahwa bapak itu seorang penganggur, kerjanya duduk di sudut warung, bercakapcakap entah dengan siapa, berdiam diri entah demi apa

Daundaun gugur, kau pasti paham ibu itu setiap pagi berdiri tertegun dekat daun pintu yang tak pernah rapat tertutup, seakan menanti entah siapa, berkeras berjaga entah berharap apa

Daundaun gugur, kau pasti rasakan perih di hati perempuan yang selalu menatap langit dengan rasa hampa, mencari tandatanda pada awan dan bintang. Selalu menunggu keajaiban hinggap sebuah peluk hangat entah lengan siapa, entah dari arah mana

Daundaun gugur, kau pasti dengar rintih lapar anakanak jalanan. Betapa mereka bukan hanya rindu sesaji nasi dan lauk, namun lebihlebih pedih inginkan sentuhan lembut entah dari siapa, entah juga sebentuk apa

Daundaun gugur kau pasti maklum pada lakilaki yang menumpah serapah pada kakikaki gontai menendang tong sampah. Tak ada tegur berapapun banyak anggur yang sempat terteguk sebagai penawar luka entah karena siapa, entah bagaimana

Daundaun gugur, kau pasti mau maafkan dia yang bisu berdiam diri menjauh dari panggilan alam juga sapaan ramah manusia. Cuma bisa terpekur mengukur segala yang kabur dalam ingatan tentang hangat senyum entah milik siapa, entah semanis apa

Daundaun gugur, kau pasti bisa mengeja setiap baris cerita tertimbun tumpukan riuh debu juga batubatu, pun setumpuk catatan lapuk menumpuk di sudut tempat dia tertunduk entah siapa yang terpuruk, entah bagian mana yang terburuk

Daundaun gugur, kau yang paling mengerti aturan tempat dan waktu. Tulus ikuti angin bertiup, pasrah melepas segala tepat pada masanya. Tanpa sepatahpun kata tentang resah, tiada seserpih pilu sempat melagu. Entah serupa apa maknai layu, entah semacam apa meredam harap siasia

Daundaun gugur, kau yang mungkin kebetulan terbawa takdir mampir dipinggir jalan dimana kutuliskan beberapa bait tentangmu, maukah kau ajari aku bagaimana jadi selalu ringan saat terpisah dari kisah indah, melayang gamang kehilangan ruang, meredakan sembabnya rasa, mengeringkan mimpi bening sejuk embun dini hari. Entah dengan apa mampu kulukiskan warna emas ikhlasmu, entah nadanada mana yang layak iringi tarian riangmu mengalun seirama bayu

Sesaat sebelum kau, daundaun gugur, melayang jatuh untuk terinjak kakikaki letih yang berkeras mengejar serpihan mimpi yang lirih meraih pagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar