Bagaimana mesti ku katakan apa yang kupikirkan, sedang untuk memikirkannya saja serasa tak habis sesalku.
Bagaimana bisa kujelaskan pada sahabatsahabatku, bahwa aku lebih membenci buahbuah ranum kebenaranku daripada bijibiji rasa salahku yang kering dan mati
Mungkinkah kau mengerti betapa aku marah pada setiap kata yang sempat kucatatkan sebagai jejak di jalanjalan yang ku lintasi, ya aku membenci mereka sepenuh hati, karena seringkali katakata itu akan melindungi wajahku dari senyuman malam, dengan banyak dalih katakataku mengingkari lirih nurani, dan aku tau; katakataku kelak akan menjelma pedang tajam yang menghasutku untuk menghunus jantung sahabatsahabatku sejati; sunyi, sepi, gelap, lindap, lelap..
Adakah kau akan paham, tentang kutukku pada nilainilai peradaban, nilainilai yang membuatku tak bisa mendaki setinggi awan hitam sesaat sebelum nyalakan halilintar, nilainilai itu benar serupa jeruji besi penutup lubang hitam pintu penghubung lorong rahasia langit
Apakah kau akan percaya, sungguh aku ingin menikam anakanak pikiran terang yang lahir dari perzinahanku dengan dia yang santun lagi pandai merayu dan mencumbu, dia yang bersuara merdu setia lantunkan nadanada suci lagulagu syahdu, dia alihkan pada bidang dadanya dan hangat lidahnya setiap jeda sendu rinduku pada belahan jiwa sejatiku yang belum juga punya nyali mengecup selain tepat pada pejam mataku
Jika tak dapat kau jawab semua bisu resahku, lantas apa harus ku kata saat kau tusukkan pedang pada nadi di leherku sambil berseru, “kau perempuan munafik dan najis, keturunan iblis, sekaranglah waktumu kembali ke naraka!”
Apakah kau sempat melihat senyum bahagiaku saat tajam pedang memutus nadi, semoga bisa kau dengar desah terima kasih yang kubisikkan setulus hati saat kau satukan jiwaku dengan belahannya sejati…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar