Rabu, 05 Januari 2011

sweet november

Malam hari, menjelang hari raya kurban esok pagi. Di halamam mesjid dekat rumahku, beberapa hewan ternak berdiri bergerombol dalam lingkaran pagar kayu, beberapa ekor kambing dan seekor sapi. Langit hening dan jernih, meski tanpa bintang dan purnama, aku duduk sendiri berteman sunyi, ketika angin tibatiba mengantarkan sebuah percakapan indah antara sepasang kambing yang saling mencinta.

Kambing Jantan berbisik,”Sayang inilah malam terakhir kita bersama, aku ingin bertanya sesuatu yang penting, siapakah yang kau harapkan lebih dulu menjemput maut esok ?”

Kambing Betina dengan mata berkacakaca menjawab,”Biarkan aku yang lebih dulu mati ya…”

“Benarkah, kamu yakin?”

“Ya sayang, aku saja yang duluan, hingga kamu bisa lebih lama menikmati hidup, meski sejenak.”

“Baiklah kalau itu memang maumu, semoga saja terkabul.”

Mendengar nada pasrah dalam suara kekasihnya, kambing betina malah jadi risau dan berkata dengan suara merajuk,”Kok kamu tega sih, biarkan aku mati lebih dulu, kamu tak sungguh sayang padaku ya. Mungkin setelah aku disembelih, kamu masih sempat dapatkan cinta yang lain, di sini kan banyak betina cantik dan seksi, huhh..”

Seketika kambing jantan tertawa,”Dasar betina, kan kamu sendiri yang maunya begitu, aku sudah rela menuruti maumu, kamu malah merajuk dan berpikir yang tidaktidak…”

“Iya, aku memang rela mati lebih dulu, tapi kalau kamu benar sayang padaku, seharusnya kamu mencegahku, dan berkeras menggantikan tempatku untuk mati lebih dulu.”

Kambing jantan masih senyumsenyum, menatap mesra kekasihnya,”Justru karena aku sangat sayang padamu, maka aku rela, kamu tinggalkan mati lebih dulu.”

“…” Kambing betina balik menatap kekasihnya, matanya penuh tanda tanya.

“Manakah yang lebih menyedihkan, kematianmu atau kematian kekasih yang paling kausayangi. Manakah yang lebih berat dan menyakitkan, meninggalkan atau ditinggalkan. Aku begitu sayang padamu, hinga rela menanggung pedih tak terkira saat melihatmu menjemput ajal, meninggalkan aku di dunia yang pasti akan terlihat sangat muram, tanpa ada kamu disampingku. Aku rela menanggung semua itu karena sayangku padamu…”

“…” Kambing betina lagilagi tak dapat berkatakata, tenggorokannya tercekat rasa haru, airmatanya berlinang, jawaban kekasihnya sungguh tak disangkasangka, begitu menusuk hatinya. Kambing jantan dan kambing betina saling menautkan leher dengan mesra, tak sedikitpun ada rasa sedih dan penyesalan untuk nasib yang menanti mereka esok pagi, hanya ada rasa sayang, hangat mengikat erat hati mereka. Hati sepasang hewan kurban.

Aku berterima kasih pada angin, yang untuk kesekian kali telah mengantarkan sebuah kisah indah di malam hening dan sunyi. Seandainya esok tak akan pernah datang, hingga sepasang kambing dapat hidup bahagia selamanya. Seandainya*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar