Pasar sedang menuliskan ceritanya, tentang manusia yang lebih siasia dari sebutir bawang merah atau cabe. Kenapa aku mendengarnya sore ini, ketika mata terlalu pedas, hati meranggas. Bawang merah atau cabe yang terjatuh dari kelompoknya, masih akan dipungut , dibawa ke dapur, dikembalikan kepada fungsi dan kedudukannya semula sebagai bumbu. Tak demikian halnya dengan anak manusia yang tercecer, takkan ada yang bersedia sukarela memungutnya, membawanya pulang, menjadikannya seorang anak yang tertawa. Bukankah itu sangat tak masuk akal. Memangnya apa yang masuk akal di dunia, pantat bersiul itu.
Pasar adalah dunia, tempat anakanak kucing dibuang. Tempat semua teriakan, harapan, tawaran, penolakan, bahkan penghinaan dan pembunuhan. Dan aku kerap harus mengunjunginya. Kukira siapapun juga akan merasa cukup, jika setiap hari harus berjalan menuju pasar setiap pagi. Pembantaian berulang. Pun andai aku tak berkunjung ke sana hari ini, pasar itu yang akan menemuiku di rumah, di sembarang waktu, mengacakacak lemari dapurku, memecahkan piring dan gelasku. Yang paling buruk tentu meledakkan kepalaku yang baru saja keluar dari tabung televisi, dengan wajah manis dan rambut tertata rapi. Aku tak tahu berapa banyak kematian terlahir dari sebuah jantung*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar