Kamis, 07 Juli 2011

remah remah

by Dian Aza on Wednesday, July 6, 2011 at 11:37pm
Kepiluan tercecer di atas meja, sebenarnya sederhana. Cuma remah remah kripik atau biskuit yang tak menemui nasib baik atau nasib buruk. Nasib baik atau buruk harus dipilih sendiri oleh sudut pandang remah remah tak berdaya. Gigi gigi manusia hanya tahu mengunyah, lidah merasa, tenggorokan menelan, dan seterusnya dan seterusnya. Organ tubuh selalu bersikap arogan pada semua yang bukan bagian tubuhnya, menjadi penguasa, pantang membuang pandang ke arah bukan tujuan, tak jadi soal, bukan urusan.

Remah remah di atas meja bahagia berjumpa semut, meski perih rasanya di gigit sedikit demi sedikit, masih bisa mencoba memandang mata semut dan bertanya, memang enak. Semut semut menjawab dengan memanggil kawan kawannya. Semut menggigit semakin banyak, semakin cepat. Remah remah merasa berharga tak disisakan di aras meja. Hingga keping terakhir yang terbesar dan paling tebal tak termakan, tak tertinggal, digotong sekawanan semut bersama sama menuruni meja, menyusuri lantai, mendaki dinding, memasuki lubang. Remah remah merasa terhormat ditinggikan selama perjalanan pulang. Sarang mengesankan kehangatan, padat, beraroma asam, gelap.

Remah remah hanya butuh tempat menghilang sebelum tangan manusia sempat membersihkan meja*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar