Selasa, 16 Agustus 2011

kepada langit


Langit yang perkasa, ceritakan tentang segala yang kaudengar, lihat dan rasa.  Agar aku sungguh percaya betapa tak ada yang sia sia, juga kedengkian di hati manusia. Sungguh aku kadang kadang lupa aku juga manusia. Hanya karena memandangmu, aku bisa lupa aku manusia. Padahal kau masih diam, belum berbagi apapun bagian dirimu sendiri.

Kuduga itulah sebabnya mengapa benda benda bercahaya suka menempel padamu, langit yang perkasa.  Kedengkianku pada bulan, bintang apalagi matahari, adalah salah satu alasan bagus untuk mengingat kemanusiaanku. Tapi tidak semudah itu menghapus kecerobohan, apalagi jika membuatmu senang membuktikan aku tak tahu diri. Tidak semudah itu untuk menjadi tak peduli, seperti kau ketika menatap mataku yang perih.
Kau tahu aku selalu menyayangi, entah bagaimana dan kenapa. Langit yang perkasa selalu diam.  Dan aku semakin sayang. Semakin sayang. Merasa tak butuh pembenaran. Hanya selalu sayang.

Langit yang perkasa, aku ingin memandangmu tanpa berharap menemukan apapun selain warnamu yang cuma satu. Warna yang bersembunyi di balik biru atau hitam, bahkan di balik pelangi. Tidak perlu alasan untuk menyayangi  dan memadangmu  sepenuh hati. Tak harus benar atau bersinar*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar