Lampu di sini terlalu terang meredupkan mata. Aku harus membaca mantra yang takut cahaya. Kurasa salah satu kelebihanmu adalah sudut kelam di rongga mulutmu, di mana aku selalu rindu menghirup rahasia waktu dan dusta paling meriah tanpa pesta.
Sayang, aku terlalu mabuk untuk menulis kebenaran di puncak pinus. Dan mereka telah memasukkan hutan dalam sebuah kotak karton yang pengap. Dan tak boleh basah atau tak bisa menyala. Tapi hutan merindu hujan, bayang menanti gerak. Agar membaca masih ada kesadaran dari sebuah kepala kebanjiran berkah.
Kenapa kau begitu kental menyumbat darah, tengkuk tak tahu berpura pura gairah. Satu kedip lagi, mungkin kita akan berlayar merengkuh satu persatu benua yang tumbuh dari bibirmu*
ahh :)
BalasHapus