Minggu, 07 Agustus 2011

derit pintu

Derit pintu, menyentakkan matanya yang terpejam rapat. Dia bergegas menegakkan tubuhnya yang lunglai bersandar di dinding rumah. Kemudian dia kecewa ketika hanya angin yang datang. Meskipun angin itu kemudian menyapu lembut wajahnya. Menghantarkan debu malah, matanya jadi mengerjap, debu debu menyerbu. Keluhannya hanya tercekat di pangkal leher.

Harapan untuk dikunjungi nyaris membunuh dirinya sendiri. Dengan keheningan menyesak di rongga dadanya. Ini karma botol kosong, dia berkata kepada dirinya sendiri. Lucu sekali, berkata kepada diri sendiri membuatnya merasa ingin tertawa. Beginilah rasanya menjadi botol kosong. Salah sendiri begitu kerap mengosongkan botol. Sekarang dia tahu isi dari dalam botol mengaliri sekujur tubuhnya, mengosongkan.

Kosong yang meluap dari jantungnya. Sebenar benarnya kosong, tanpa samaran terasa sungguh kejam. Terang terangan membalaskan dendam. Tapi, dia mencoba membela diri, botol botol memang diciptakan untuk dikosongkan, bukan salahnya.

Ayolah, ini hari minggu, keramaian ada di luar pintu, dia merayu.

Suaranya sungguh merdu, itu yang paling menyenangkan didengar sambil mengosongkan botol botol.

Dia telah lupa kapan pertama kali mendengar suaranya mengosongkan botol. Glek. Glek. Glek…

Kampung halamannya begitu saja terhampar di depan matanya. Kuning kehijauan, berkabut. Cahaya yang menerobos celah celah dinding bambu. Dia melihat seorang perempuan berbaring di atas dipan hanya beralaskan tikar penuh lubang. Kutu busuk berlarian keluar masuk, semua berperut gendut, berwajah cerah kekenyangan minum darah.

Derit batang batang bambu beberapa langkah dari pintu belakang terdengar lebih gembira*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar