apatis
by Dian Aza on Sunday, March 27, 2011 at 12:07am
Kutitipkan tanya pada beberapa helai rambutku yang tersangkut di kancing bajumu. Bilakah kaudengar gemerisiknya, atau ruangmu terlalu gaduh untuk mendengar teriakan beberapa helai rambut. Suara mereka seperti orkestra di kepalaku, megah bergesekan udara.
Kau diam, mengacuhkan kancing bajumu yang terlilit beberapa helai rambutku. Bahkan mungkin kau tak tahu jumlah kancing bajumu, seacuh aku. Tak tahu jumlah kancing baju yang kusentuh untuk membuka dan menutup tubuh, menyelipkan bulatan kecil ke dalam celah kain di bagian lain. Di kiri atau kanan, kancing dan lubang, tak penting untuk diingat, bisa dikerjakan tanpa melihat.
Beberapa helai rambut tercabut siasia dari akarnya, tak terlihat pula lubang di kulit kepala, tak ada rasa perih seolah tak ada yang hilang atau berkurang. Musik masih berdenyut dengan nada yang sama, kudengar dengan mata yang terlalu angkuh untuk memandang kancing baju. Mungkin cuma tangantangan udara kelak akan bertanya, ketika kembali menyentuh helai demi helai hitam di kepala. kemana raibnya beberapa helai yang paling rapuh, beberapa helai yang bersuara paling merdu.
Tanya yang siasia pula, di suatu pagi, beberapa helai yang tercabut dari kepalaku sedang berpegang erat pada kancing bajumu, beputarputar kencang dalam tabung mesin pencuci baju, timbul tenggelam sangat cepat, air sabun tak terasa pedih bagi beberapa helai rambut tak bermata, pun tak akan tercium wanginya oleh beberapa helai rambut tak berhidung. Dan kancing baju tak akan berpindah tempat, diam, sungguhsungguh diam terseret baju dalam pusaran, tak peduli lubang menjauh atau mendekat, tak peduli beberapa helai rambut lepas atau terikat erat*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar