Di tikungan jalan kita saling menyapa, samasama menjadi pintu atau arah bagi hujan menemukan rumah. Lalu kita berpisah arah, menyembunyikan wajah berkilau basah. Serupa genangan di lubang jalan berbeda, berhasrat menerbitkan pelangi untuk banyak mata kaki, dengan warna biru, ungu, hitam dari gigil dan beku waktu yang tak tentu*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar