Jumat, 11 November 2011

radius


Sebelum berlari, ia telah menenggak tetesan yang ia tadah, entah hujan atau bualannya sendiri.
Gelasnya masih hangat, mengenang bibirnya ketika tersentuh bening yang kekal.
Ia tak sempat bertanya tentang kecepatan atau tujuan kepada rasa manis yang menempel pada ujung lidahnya. Ia hanya ingin meninggalkan igauan merahnya, berlari menggapai ruang ruang pengkhianat.
Ia mau mendatangi yang hilang, yang kulupakan, namanya, aroma lehernya dan muara bersuara jernih dalam mimpinya*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar