Siang itu di perempatan jalan kita tertahan lampu merah. Berhenti untuk melihat jelmaan neraka. Sekujur tubuhnya penuh gelembung serupa dosa hampir meletus, luka, nanah, busuk. Di bawah matahari di atas tanah, mengutuk dan menjaga. Seharusnya kita bicara tentang dusta, angka angka, penyakit, perang atau anak kecil yang berjalan tanpa alas kaki menggendong bayi. Anak kecil mengulurkan tangan bayi mengetuk udara ketakutan di samping kita. Tangan kecil pencatat dusta paling besar sungai, air yang menipu mata, membohongi penantian laut. Tak ada lubang di dada kita menyapa arus, buntu dan silau.
Tapi kau satu satunya yang mengerti cara menanyakan jalan ke surga,"Andai aku seperti dia apa kau masih cinta?"
Lampu merah padam, hijau menyala.
Kita pura pura melupakan arah*
kau harus membatalkan puasamu
BalasHapussudah kubatalkan puasa, merayakan kemanusiaan.
BalasHapus